Jumat, 16 Desember 2011

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAWASAN DAS BRANTAS : MODEL BAITUL UMMAH

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAWASAN
DAS BRANTAS :
MODEL BAITUL UMMAH

Oleh :
Prof. Dr. Ir. Sahri Muhammad, MS
Universitas Brawijaya/ LAZ Baitul Ummah-Malang

Disampaikan pada Seminar Nasional  Penyelamatan DAS Brantas pada  tanggal
16 Januari 2009 di Uniersitas Brawijaya


1. Pendekatan Pemberdayaan :  Heptagon Acces (Tujuh Akses)
            Menurut  Mukherjee, Hardjono dan Carriere (Bank Dunia, 2002) menyatakan bahwa    :
(1) Kemiskinan itu tidak bersifat statik, ada hubungan dinamik antara  masyarakat miskin dengan resiko dan peluang kehidupan dari hari ke hari, naik-turun karena  pengaruh institusi dan proses perubahan itu sendiri,  dimana mereka bertindak sebagai aktor atau sebagai obyek (penerima akibat) karena sebagian faktor eksternal  berada diluar jangkauannya.
(2) Bahwa masyarakat yang tidak berdaya mudah terserang menjadi miskin karena datangnya resiko terhadap mata pencahariannya.
(3) Ancaman kemiskinan terhadap masyarakat yang tidak berdaya bersifat bertingkat (multiple thread) terhadap kehidupannya.
            Menurut Bank Dunia (Mukherjee at al. ,2002), kajian faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat miskin  dapat difokuskan pada empat  sasaran , yaitu :
(1) Akses segilima (pentagon)  aset yang menjadi milik  dan atau berada dalam jangkauan rumahtangga masyarakat miskin, yaitu : (a)  SDM rumahtangga miskin,  (b) modal sumberdaya alam, (c) aset finansial, (d) aset fisik, dan (e) modal sosial.
(2) Faktor mudahnya masyarakat tidak berdaya  menjadi miskin karena prubahan lingkungan kependudukan, sumberdaya, ekonomi lokal, teknologi dan lingkungan sosial.
(3) Faktor transformasi struktur dan proses kelembagaan karena perubahan kebijakan dan intervensi pemerintah; dan
(4) Faktor strategi masyarakat miskin dalam  mengembangkan kehidupannya berdasarkan permasalahan, sumberdaya yang tersedia dan solusinya seperti  apa yang dilihat oleh masyarakat miskin itu sendiri.
            Lebih lanjut, menurut Sumodiningrat (1998) peningkatan kapasitas SDM penduduk miskin memerlukan perbaikan aksesabilitas sosial-ekonomi terhadap empat hal, yaitu akses terhadap : (1) sumberdaya alam, (2) teknologi ramah lingkungan, (3) pasar dan (4) sumber pembiayaan.  Selain itu diperlukan penguatan tiga akses lainnya, yaitu terhadap  (1) Asosiasi Jaringan Kelompok Usaha Bersama untuk penguatan Alternatif Mata Pencaharaian (AMP) , (2) .Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan (3) Penganggaran Pembangunan Masyarakat Pesisir (Muhammad, dkk., 2006/07).  Dengan demikian pemberdayaan  rumahtangga  masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan memerlukan penguatan tujuh akses (heptagon access). Model pemberdayaan heptagon access merupakan perluasan  implimentasi model pemberdayaan pentagon asets. Dengan demikian  penanggulangan  kemiskinan adalah bersifat multi dimensi dan multi tingkat secara komprehensif (Mukherjee, Hardjono and Carriere, World Bank, 2002).
Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat miskin pada dasarnya perlu dilakukan secara bertahap  yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu pemberdayaan individu/ rumahtangga, pemberdayaan ikatan antar individu/ kelompok, dan pemberdayaan politik (Fridman, 1973). Upaya pemberdayaan dimulai dengan pemberdayaan individu (rumahtangga) keluarga yang dilanjutkan dengan pemberdayaan ikatan antar individu/ kelompok dan politik. Pentahapan pemberdayaan ini dilakukan secara tumpang tindih, artinya dimulainya tahap pemberdayaan tidak perlu menunggu selesainya proses pemberdayaan tahap yang mendahuluinya. Secara rinci tahap-tahap pemberdayaan diuraikan sebagai berikut.

(a) Pemberdayaan Individu (Houshold Model)

Pemberdayaan individu yang dimaksud disini adalah pemberdayaan keluarga (rumahtangga) dan setiap anggota keluarga. Asumsi yang dibangun adalah, apabila setiap anggota keluarga dibangkitkan keberdayaannya maka unit-unit keluarga berdaya ini akan membangun suatu jaringan keberdayaan yang lebih luas lagi. Jaringan yang lebih luas ini kemudian akan membentuk apa yang dinamakan sebagai keberdayaan sosial. Keluarga (rumahtangga), di dalam konsep pemberdayaan ini didudukkan sebagai produser sekaligus konsumer.
Pemberdayaan individu dan keluarga, pada hakekatnya adalah upaya menciptakan suatu lingkungan yang mampu membangkitkan keyakinan diri, memberikan peluang dan motivasi agar setiap individu dalam rumahtangga mampu meningkatkan kemampuan dirinya meraih atau mengakses sumber-sumber daya sosial dan ekonomi bagi pengembangan dan kemajuan kehidupannya. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membangun keberdayaan individu adalah sebagai berikut
  1. Pemberdayaan waktu, yang diartikan sebagai usaha mengurangi pemborosan waktu yang dihabiskan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan, pendidikan, perumahan, air bersih, kesehatan dan transport). Penyediaan fasilitas air bersih dan transportasi yang baik, akan sangat membantu individu-individu untuk memanfaatkan waktunya bagi kegiatan-kegiatan ekonomi produktif. Juga informasi dan pelayanan kesehatan harus tertuju langsung pada jarak yang relatif dekat terhadap setiap individu;
  2. Pemberdayaan psikologis, yang berarti pembangunan keyakinan diri bahwa para individu berkemampuan  untuk menularkan atau menarik individu-individu lain yang belum beruntung untuk bergabung kedalam kegiatan usahanya;
  3. Pemberdayaan usaha ekonomi, melalui suatu proses yang mengarah pada terbentuknya jaringan usaha antar anggota keluarga, antar tetangga, antar kelompok masyarakat, kemudian mengkait memasuki ekonomi pasar (baik formal maupun informal). Pemberdayaan ini juga mengarah pada terbangunnya keberlanjutan usaha ekonomi antar generasi (inter-generational continuity).

(b)  Pemberdayaan Ikatan Antar Individu/Kelompok (Spiral Model) : Penguatan Permodalan dan Pemasaran

Pada hakekatnya individu dengan individu lainnya diikat oleh suatu ikatan yang disebut keluarga. Demikian pula antar keluarga (rumahtangga)  satu dengan keluarga (rumahtangga) yang lain diikat oleh suatu ikatan kebertetanggaan. Begitu seterusnya sampai pada tingkatan yang lebih tinggi. Pada tingkatan yang pertama, hubungan yang terjadi dapat disebabkan oleh adanya saling percaya satu terhadap lainnya, keyakinan keagamaan, kesamaan keturunan, kesamaan nasib, dan atau kedekatan bertetangga. Pada tingkatan yang lebih tinggi, hubungan ini dapat terwujud di dalam suatu gerakan masyarakat, organisasi politik, dan sebagainya.
Tantangan utama di dalam pemberdayaan ikatan ini adalah bagaimana memberdayakan sumberdaya : (1) waktu, (2) keterampilan dan (3) modal yang dimiliki oleh keluarga-keluarga nelayan di daerah pesisir ke dalam domain-domain  (a) ekonomi,  (b) politik, dan (c) sosio-kultural. Penguatan hubungan ikatan ini berlangsung secara bertahap mengikuti suatu lintasan spiral mulai dari penguatan individu, antar kelompok, terus naik ke atas menuju pada domain sosial­-politik yang lebih luas lagi, sampai pada domain ekonomi meso dan makro. Dalam kaitan ini, konsep keterkaitan (linkage) menjadi sangat penting, sehingga diperlukan adanya aktor (organizer) yang dapat dan mampu memainkan atau menggerakkan spiral ini dari bawah (tingkat individu) sampai pada tingkat ekonomi meso dan makro secara institusional.
Sangat disadari, bahwa didalam perjalanannya dalam praktek pemberdayaan, lintasan spiral  institusional  ini akan banyak menghadapi paradoks dan dialektika antara : (1) syarat-syarat ekonomi rasional melawan nilai-nilai sosio-kultural (moral), (2) ekonomi formal melawan ekonomi informal, (3) akumulasi kapital melawan ekonomi subsistensi, (4) ruang kehidupan biologi-sosial melawan ruang kegiatan ekonomi. Adapun beberapa langkah  untuk membangun keberdayaan institusi adalah sebagai berikut :
  1. Memperkuat ikatan antar individu, antar keluarga yang bertetangga dekat, dan antar kelompok keluarga, melalui penciptaan ketergantungan yang rasional antara kegiatan usaha ekonomi dan nilai-nilai sosio-kultural yang hidup di dalam masyarakat.
  2. Penguatan ikatan melalui penciptaan ketergantungan yang rasional antara kegiatan usaha ekonomi dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat dimaksudkan agar kegiatan usaha ekonomi yang dikembangkan dapat berlanjut antar keturunan atau antar generasi (inter-generational continuity);
  3. Pengembangan (pengguliran) aset dan kegiatan usaha ekonomi memanfaatkan dan mempertimbangkan ikatan-ikatan sosio­ kultural yang telah ada. Pada tahap-tahap awal program, pengguliran institusional (kelembagaan) diberikan kepada individu atau kelompok yang memiliki dasar-dasar keterkaitan sosio-kultural dalam komunitas masyarakat DAS Brantas;
  4. Pada pengembangan selanjutnya, keterkaitan antara kegiatan usaha ekonomi individu, keluarga dan atau kelompok ini dengan domain sosial-ekonomi pada tingkatan meso dan makro perlu dikembangkan, dalam rangka membawa lintasan spiral tersebut keatas. Dalam tingkatan ini, selain diperlukan adanya aktor (organizer) pemimpin  yang mampu membawa lintasan spiral ini keatas, juga diperlukan adanya pemberdayaan politik yang menyertainya.

(c) Pemberdayaan Kelembagaan  (Institution Model) : Penguatan Akses Kebijakan Pembangunan


Pada hakekatnya pemberdayaan politik di sini dimaksudkan sebagai lawan dari pengabaian politik (political exclusion). Pada praktek ekonomi yang terjadi saat ini telah ditemukan adanya pengabaian politik dan ekonomi (economic and political exclusion) oleh "urban-metropolitan economy" dan "multinational economy" terhadap si-miskin, termasuk masyarakat miskin di wilayah DAS Brantas. Pengabaian ekonomi dan politik nampak pada tidak dimasukkannya para pemduduk miskin  kedalam proses pembuatan kebijkan dan struktur akumulasi kapital dari "multinational" maupun "national/regional corporation". Dengan demikian, konsep pemberdayaan politik yang ditawarkan disini merupakan konsep penataan terhadap fenomena-fenomena yang dilukiskan diatas. Beberapa konsep dasar untuk membangun keberdayaan politik dari para nelayan miskin  di pesisir ini adalah sebagai berikut:
  1. Bahwa pemberdayaan kelembagaan  yang dituju disini adalah terbentuknya kepedulian dan partisipasi serta "kesalingterkaitan" antara kekuatan negara (state power), kekuatan ekonomi (economic power), dan kekuatan sosial (social power) masyaralat miskin.;
  2. Dalam peta "kesalingterkaitan" antara kekuatan-kekuatan tersebut dapat ditunjukkan letak inti (core) dari masing-masing kekuatan tersebut. Pada negara (state), inti kekuatan terletak pada lembaga-lembaga formal kepemerintahan dan perangkat-perangkat hukum yang dimiliki yang menjangkau masyarakat sampai tingkat pedesaan DAS Brantas. Pada kekuatan sosial (civil society), inti kekuatan terletak pada institusi keluarga melebar ke institusi sosial (keagamaan, kesenian, dan sebagainya). Pada kekuatan ekonomi, inti kekuatan terletak pada institusi-institusi yang berujud dalam korporasi dan atau  kegiatan / jaringan ekonomi sampai pada tingkat lokal .
  3. Jadi, pada tingkat praksis, pemberdayaan politik disini akan mengarah pada terbangunnya "kesalingterkaitan" (linkage) antara keluarga-keluarga miskin di DAS Brantas dengan lembaga-lembaga pemerintah dan kegiatan jaringan ekonomi baik regional maupun nasional.
Secara praksis, langkah-langkah  pemberdayaan politik  adalah sebagai berikut :
  1. Mendorong agar kelompok-kelompok individu berkembang menjadi "civil society" yang memiliki kekuatan tawar (bargaining position);
  2. Mendudukkan lembaga-lembaga pemerintah sebagai tulang punggung (backbone) bagi terbangunnya keterkaitan antara kekuatan-kekuatan sosial masyarakat DAS Brantas dengan jaringan ekonomi regional, nasional dan internasional;
  3. Melalui kekuatan lembaga-lembaga pemerintah, korporasi jaringan ekonomi regional dan nasional  diminta untuk membuka pasarnya bagi produk-produk yang dihasilkan oleh komunitas masyarakat miskin, atau memberikan sebagian dari kegiatan produksinya kepada para keluarga miskin di daerah DAS Brantas melalui mekanisme sub-kontrak, CSR (Cor[orate Social Rasponsibility) dan bentuk kemitraan yang sesuai sosial budaya masyarakat DAS Brantas..
Dalam perspektif spasial, pembangunan masyarakat DAS Brantas dalam kaitannya dengan konsep pemberdayaan (empowerment) lebih diartikan sebagai penguatan territory based identities dan kepemimpinan masyarakat lokal. Pemberdayaan masyarakat DAS Brantas, salah satunya adalah penguatan identitas dan kepemimpinan  yang berbasis teritori  lokal tersebut. Dan identitas ini tidak begitu saja diseragamkan atas nama pembangunan. Dengan demikian proses pengembangan masyarakat DAS Brantas, seyogyanya tidak didasari oleh rencana standar  yang sama dan/atau seragam untuk seluruh wilayah, namun di dasarkan pada kondisi dan potensi sumber daya alam, SDM / pemimpin  dan kegiatan usaha yang ada dan akan berkembang di tingkat lokal maupun kawasan..

2. Model Pemberdayaan  Baitul Ummah
          Baitul Ummah adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  yang bergerak dalam kegiatan sosial keagamaan dengan fokus kegiatan dalam  pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat miskin dan anak jalanan, disamping pemberdayaan muallaf, budak, terlilit hutang, fie sabilillah (delapan asnaf). Baitul Ummah berarti Rumah Kita yang  mengandung makna, siapapun yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan ini menyatu dalam satu filosofi  laksana  Rumah Tangga . Keluarga Besar (Extended Family) . Disitu terdapat Kepala/ Ibu Rumahtangga  hidup dalam kebersamaan dan saling peduli bersama Anak-Anaknya, Saudara dan Ponakan-Ponakannya. Mereka  hidup rukun dan saling peduli melewati perjalanan hidup di dunia menuju tujuan akhir hidup bahagia di dunia dan akhirat.
          Dalam keluarga besar ini diantaranya ada yang sukses iman dan ekonominya (kita sebut Muzaki) dan sebagian  belum meraih sukses (kita sebut Mustahik). Sebuah keluarga yang saling peduli. Keluarga Besar ini  hidup rukun dalam Rumah Kita   (Baitul Ummah). Yang mampu peduli menolong  warga yang belum mampu. Keduanya meyakini bahwa kehidupan ini seperti roda pedati, membawa beban  dan tanggung jawab beribadah kepada Allah SWT, terkadang berada diatas, terkadang berputar berada didawah. Kehidupan ini memang silih berganti. Persoalannya adalah  kita tetap berlomba siapa yang paling taqwa. Dalam hal ini, Pengurus Baitul Ummah berperan sebagai layaknya Kepala  Rumahtangga.
          Baitul Ummah didirikan   tanggal  08 Nopember 2007, BH. Notaris Nurul Rahadianti SH, No. 14. Visi, Misi unruk   Filosofi pemberdayaan yang dipilih mengacu pada prinsip :

(1) Berkelanjutan
          Hasil penelitian Bank Dunia tentang  kendala  program pemberdayaan masyarakat di negara sedang berkembang adalah  sangat dibatasi oleh periode proyek dari funding nasional maupun internasional. Disadari  untuk meraih perubahan sosial yang bermakna, terlebih lagi  masalah  ekonomi jelas membutuhkan “program berkelanjutan” sampai mencapai tujuan program, sebut saja dari kondisi miskin menjadi sejahtera. Oleh karena itu, LSM Baitul Ummah didirikan dengan sandaran pada “dukungan dana  berkelanjutan”, walaupun mungkin jumlahmya kecil. Dukungan dana yang dimaksud adalah berupa Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf, Hibah dan dukungan dana  sukarela bentuk lainnya. Selama dua tahun ini, 2007 -2009, Baitul Ummah telah memperoleh dukungan dana yang dimaksud.

(2) Multi-Tahun : Untuk Perubahan
          Perubahan sosial-ekonomi  masyarakat miskin dalam bentuk apapun sulit diharapkan akan bisa diraih dalam skala waktu (time scales)  satu atai dua tahun. Berdasarkan hasil penelitian  tentang pemberdayaan  berbagai kelompok sasaran, khususnya jkelompok sasaran tidak lulus Sekolah Dasar,  perubahan  sikap  dari tergantung menjadi mandiri melalui program pemberdayaan  sekurang-kurangnya memerlukan waktu proses pendampingan  sekurang-kurangnya  sekitar lima tahun.
          Kemudian, lima tahun kedua kita masih menghadapi kendala lebih mendalam, yaitu motivasi kelompok sasaran. Berdasarkan pengalaman pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat,  baru akan dapat diharapkan   terjadi perubahan yang sangat menentukan  ketika  terjadi  perubahan motivasi  kelompok sasaran untuk memutuskan secara mandiri dan bersemangat mereka bertekad untuk memperbaiki kesejahteraannya sessuai dengan kemampuan dan harapannya masing-masing. Dengan keyakinan  time scales tersebut, Baitul Ummah  menentukan target tahun 2015, terbentuk 50 Kelompopk  Usaha Pemberdayaan, masing-masing Kelompok Usaha beranggotakan  20 orang/ Rumah Tangga. Dengan kata lain. Baitul Ummah sebagai Kepala Keluarga  Besar sedang menyiapkan Program Model Kemitraan Sosial., Saling Peduli Seribu Muzaki Untuk Seribu Mustahik.
          Untuk mencapai kondisi perubahan yang diharapkan  Rumah Tangga keluarga Baitul Ummah disusun  dalam suatu organisasi pendampingan pemberdayaan melalui  institusi tingkat kelompok yang berkembang secara partisipatori anggota Mustahik dalam bentuk Tempat Pelayanan Amanah Keuangan Mikro (TPA-KM)

(3) Berbasis Kerarifan  Masyarakat Lokal : DAS Brantas
          Filosofi ketiga yang mendasari landasan kerja pemberdayaan Model Baitul Ummah adalah  petunjuk Nabi Muhammad, SAW tentang kelembagaan dan sasaran pemberdayaan yang ditekankan  agar berbasis pada  kearifan masyarakat  lokal :

            Dari Ibnu Abbas ra. dia berkata : “Ketika Nabi saw., hendak mengutus Mu’adz ke Yaman beliau bersabda : “Sesungguhnya engkau (Mu’adz), akan mengunjungi suatu kaum dari Ahli Kitab (di Yaman). Begitu kamu tiba menjumpai mereka, hendaklah kamu seru mereka untuk bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada Tuhan (Yang wajib disembah) selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Kemudian jika mereka mentaati seruanmu itu, informasikan kepada mereka bahwa Allah memfardukan kamu supaya melakukan salat lima kali dalam sehari-semalam. Jika mereka juga mentaati seruanmu itu, maka hendaklah kamu kabari bahwa Allah swt. juga mewajibkan zakat kepada mereka untuk kemudian diserahkan (dibagikan) kepada orang-orang fakir yang ada di tengah-tengah mereka.....” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Al-Nisa’i)
         
          Selanjutnya  dialog Mu’adz dengan Nabi adalah sebagai berikut :
Nabi       : Muadz, apa tindakanmu jika kepadamu diajukan sebuah kasus (perkara) ?
Mu’adz   : Akan aku putuskan berdasarkan Kitab Allah (Al-Quran) !
Nabi        : Jika kamu tidak dapatkan dalam Al-Quran?
Mua’adz : Akan aku putuskan menurut Sunnah Rasulullah !
Nabi      : Jika tidak ada (juga) ?
Mua’adz : Aku akan berijtihad dengan seksama !

          LAZ Baitul Ummah telah menyiapkan titik-titik TPA-KM DAS Brantas  sampai tahun 2015. Pada lima tahun pertama ini, Baitul Ummah  fokus pada sasaran kelompok Mustahik  di Kawasan DAS Brantas Hulu, khususnya di Malang Raya. Pada tahun selanjutnya   mengacu pengalaman DAS Brantas Hulu, selanjutnya akan bergerak ke kawasan DAS Brantas Tengah dan DAS Brantas Hilir.

3. Baitul Ummah Peduli  : Tidak Sekedar Layanan Modal
          Sampai akhir tahun 2009 Daftar Kelompok Tempat Pelayanan Amanah Keuangan Mikro  (TPA-KM) Baitul Ummah telah tersusun. Ada Tata-Cara kerja pembentukan TPA-KM. Pengalaman pemberdayaan  masyarakat Kawasan DAS Brantas sepanjang tahun  2007 – 2009  secara umum  dapat disimpulkan bahwa :

“untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan, tidak bisa hanya dengan memberi modal kepada mereka. Banyak aspek yang perlu dikembangkan agar pemberdayaan masyarakat berjalan dengan baik”.

Pelayanan modal hanya menyentuh aspek materi. Sekedar memberikan modal belum menjawab pertanyaan semisal bagaimana saya mengelola modal ini? Sanggupkah saya menerima modal ini ? Dan lain sebagainya.. Permasalahan inilah yang dicoba untuk diatasi oleh LAGZIS Baitul Ummah. LAGZIS Baitul Ummah menggunakan sistem pembinaan yang melibatkan tenaga sukarelawan sebagai Pendamping untuk membina masyarakat yang tergabung dalam suatu kelompok pembinaan, yang disebut Tempat Pelayanan Amanah Keuangan Mikro (TPA-KM).
Ada tiga aspek yang menjadi bagian inti dari pembinaan.  Aspek pertama adalah yang terkait dengan pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua adalah aspek motivasi untuk mengembangkan diri. Ketiga adalah aspek akidah sebagai factor yang memberikan makna terhadap usaha yang dicoba dikembangkan. Ketiga aspek diatas bukanlah tiga hal yang saling berdiri sendiri. Ketiga-tiganya adalah faktor penting dalam pemberdayaan masyarakat yang diusahakan untuk sinergis.


1. Aspek Modal
Ketika berbicara mengenai pemberdayaan, memang tidak bisa terlepas dari yang namanya modal atau dalam istilah LAGZIS Baitul Ummah disebut dengan amanah. Dalam menjaga kelancaran aliran amanah ini, LAGZIS Baitul Ummah menerapkan strategi berupa memotivasi para mustahik untuk berinfaq, menabung dan bersedekah. Berinfaq adalah kegiatan menyisihkan uang sebesar 2 % tiap minggunya dari total amanah yang diperoleh. Menabung dan shadakah bersifat sukarela. Kegiatan menabung didasarkan pada kesadaran untuk tidak segera menghabiskan uang yang diperoleh dari usahanya. Sedangkan shadakah adalah wujud kepedulian untuk saling membantu sesama. Hasil infaq dan shadaqah diputar di dalam kelompok. Anggota dari kelompok tersebut dapat memperoleh manfaat dari adanya perputaran uang seperti ini. Sehingga mereka dapat mengembangkan usaha yang dijalankan.


2. Aspek Motivasi
Selain membina aspek materi berupa sisi ekonomi dari pemberdayaan, tim Pembina LAGZIS Baitul Ummah juga membangun sisi motivasi para mustahik. Selama menjadi bagian dari kelompok binaan sering diumpai bahwa masyarakat miskin  memiliki kendala berupa kepercayaan terhadap diri mereka sendiri. Salah satu pengalaman Baitul Ummah adalah ketika membina Ibu Mustahik. Sebelum bergabung dengan kelompok binaan LAGZIS Baitul Ummah, Ibu MUSTAHIK ini beraktivitas sebagai peminta-minta. Aktivitas ini tidak mampu untuk membebaskan ibu Mustahik dari lingkaran kemiskinan.
Ketika di ajak untuk bergabung dengan kelompok binaan LAGZIS Baitul Ummah, Ibu Mustahik ini sempat ragu. Beliau tidak tahu usaha apa yang dapat dijalankannya. Keraguan ini pun dibahas bersama di dalam kelompok binaan. Motivasi awal yang diberikan kepada Ibu Mustahik adalah dengan menjalankan usaha kecil dan mudah. Beliaupun menerima amanah dari LAGZIS Baitul Ummah sebesar Rp. 250.000,- Saat ini, Ibu Mustahik sudah tidak meminta minta lagi. Beliau sudah memiliki warung pecel sendiri.
Berkaca dari kejadian ini para anggota kelompok  mulai disadarkan  sebuah  berprinsip bahwa :

”Allah telah  memuliakan manusia, sungguh dzalim jika justru manusia sendiri yang tidak memuliakan sesamanya”.

            Prinsip ini yang dipegang erat dalam membina masyarakat. Kepercayaan diri harus dibangung guna membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan. Kesuksesan adalah hal yang sangat bisa untuk diwujudkan oleh siapa saja di muka bumi ini. Dalam mendefinisikan suskes ini, para Pendamping Pemberdayaan Baitul Ummah menggunakan ajaran Islam. Sukses yang hakiki adalah sukses dunia akhirat. Keyakinan ini pula yang dicoba ditanamkan kepada Mustahik. Akidah menjadi aspek ketiga yang diperhatikan oleh LAGZIS Baitul Ummah.
Dalam hal ini, para Pendamping Baitul Ummah  memiliki kiat  dalam membangun akidah para mustahik. Mereka dianjurkan agar 5 menit pertama sebelum tidur untuk menyerahkan semua permasalahan kepada Allah untuk menyerahkan semua permasalahan kepada Allah SWT Kemudian pada 5 menit kedua, mintalah kepada Allah bagaimana agar permasalahan ini dapat diselesaikan. Dan akhirnya di 5 menit terakhir, membayangkan bahwa semua permasalahan ini sudah dikabulkan oleh Allah, dan belajarlah untuk bersyukur. Apakah para pembaca mau mencobanya ?

Masalah fundamental terkait dengan pemberdayaan Mustahik ini adalah  menyangkut persepsi Mustahik terhadap rizeki. Dalam kaitan ini, kita lebih dalam lagi memahami perbedaan (bashirah) antara tawakkal versus kelemahan jiwa. Menurut Ibn Qayyim, perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1)  Tawakkal adalah amalan hati dengan cara bersandar kepada Allah, dan yakin kepadaNya, bergantung dan pasrah kepadanya, ridha kepada  apa yang ditetapkanNya, karena dia mengetahui tentang kecukupan Allah, pilihanNya yang terbaik bagi hamba dan yang diberikan kepadanya, tapi juga tetap melaksanakan sebab-sebab yang diperintahkan dan berusaha untuk mendapatkannya. Nabi SAW. adalah orang yang paling bertawakkal. Meskipun begitu ia tetap menggunakan baju besi dan tameng dalam medan pertempuran. Bahkan beliau berlindung dengan menggunakan dua lapis baju besi sewaktu perang Uhud, bersembunyi di gua selama tig hari dari kejaran orang-orang musyrik Makkah. Beliau bertawakkal dalam sebab dan bukan dengan mengabaikan sebab. Sedangkan kelemahan jiwa berusaha ialah mengabaikan dua perkara atau salah satu diantara keduanya, entah mengabaikan sebab karena ketidak mampuannya dan menganggap bahwa demikian itu adalah tawakkal, padahal, kata Ibn Qayyim, itu adalah kelemahan atau pengabaian, atau ia melaksanakan sebab, memandang dan bersandar kepadanya, dengan melalikan  Pembuat sebab (sunnatullah) dan bahkan berpaling dariNya (tidak memperdulikan sunnatullah), tidak menggantungkan hatinya seutuhnya. Ini namanya tawakkal yang lemah dan kelemahannya dianggap tawakkal. Menurut Ibn Qayyim, tawakkal kepada Allah ada dalam sebab itu sendiri. Adapun orang yang mengabaikan sebab, lalu dia menganggap bertawakkal, maka dia adalah orang yang terkecoh bahkan tertipu karena dikuasai oleh angan-angannya. Atau seperti orang yang mengabaikan tanaman dan pengolahan benih, dan dia bertawakkal dalam penanaman, atau seperti orang yang mengabaikan makan dan minum, dan dia bertawakkal untuk kenyang. Tawakkal semacam harapan, dan  kelemahan berusaha  semacam berangan-angan.
(2)  Kata Ibn Qayyim, orang yang lemah dalam usaha, melemparkan Allah SWT. yang telah memerintahkan hambanya untuk mencari alasan (sebab) dan juga bertawakkal kepada Nya, sehingga dengan alasannya itu dia bisa menghasilkan sesuatu yang maslahat baginya. Orang yang lemah ini berkata :”Rezeki akan mendatangi sendiri orang yang memang berhak menerimanya, sebagaimana ajal yang akan mendatangi orang yang memang ajalnya sudah tiba. Apa yang sudah ditetapkan bagiku akan datang sendiri meskipun aku dalam keadaan lemah tak berdaya. Aku tidak akan menerima apa yang tidak ditetapkan bagiku, meskipun aku dalam keadaan kuat perkasa. Sekiranya aku lari dari rezekiku sebagaimana aku lari dari kematian, toh ia akan tetap bersua denganku. Kata Ibn Qayyim, kita harus berhati-hati menangkap pernyataan tersebut.  Dapat dikatakan kepadanya :”memang semua itu benar. Engkau juga sudah tahu, bahwa rezeki itu sudah ditakdirkan. Tapi bagaimana engkau tahu, bahwa rezeki itu sudah ditetapkan bagimu, dengan usahamu sendiri atau dengan usaha orang lain ?. Jika dengan usahamu sendiri, maka dengan sebab seperti apa ?. Jika semua itu tidak engkau ketahui, lalu dari mana engkau tahu bahwa rezeki yang ditetapkan bagimu itu datang secara spontan tanpa ada usaha begini dan begitu ?. Dalam membina Mustahik untuk lepas dari kemiskinannya, penguatan sikap perilaku tawakkal yang benar melalui  penanaman pemahaman terhadap perolehan rezeki adalah sangat penting.
Aspek akidah juga diwujudkan dengan menjadikan musholla/ masjid sebagai basis aktivitas pemberdayaan masyarakat. Upaya revitalisasi musholla ini menjadi hal penting, mengingat selama ini seringkali agama dilihat sebatas ritual halal/haram,. Dengan menjadikan musholla sebagai tempat berkumpul, harapannya masyarakat dapat melihat agama sebagai hal yang lebih dari sekedar ibadah formal. Dengan demikian pandangan hidup dalam menjalankan usaha adalah pandangan dunia dan pandangan akhirat.
Ketiga aspek diatas  terangkum dalam MISI Pemberdayaan TPA-KM, yaitu :  1) Membangun budaya amanah,
2) Rajin berinfaq,
3) Rajin menabung dan
4) Usaha produktif.
            Sementara itu, ethos kerja yang menjadi dasar TPA-KM adalah: Rabbani, amanah, mandiri, kerjasama kelompok, partisipasi, ikhlas, produktif dan professional.
Nah, bagaimanakah langkah Tim Pemberdayaan LAGZIS Baitul Ummah kedepannya ? Dalam hal ini, Tim Pemberdayaan memiliki target untuk membebaskan masyarakat dari pengangguran.. Masyarakat harus memiliki usaha mandiri. Dengan cara ini, diharapkan  masyarakat dapat membebaskan dirinya dari jeratan kemiskinan.

4. Penutup : Menjalin Bisnis Bersama
          Akses modal untuk pengembangan usaha disadari bukan segalanya.  Ada tujuh akses (Heptagon Akses) yang harus dibina secara bertahap. Pada tahap selanjutnya masyarakat Mustahik bersama Tim Pendamping sedang merumuskan  untuk mengembangkan pasar  “model bisnis bersama.”  Model ini didasarkan pada kepercayaan bahwa usaha berjamaah lebih baik daripada usaha sendiri-sendiri. Begitu selanjutnya, perubahan demi perubahan  menjadi bagian penting dalam proses pemberdayaan oleh  Baitul Ummah.



















0 komentar:

Posting Komentar