MEMBANGUN EKONOMI UMAT MELALUI PENGELOLAAN ZIS SECARA PROFESSIONAL
Hasil Uji Coba Tahun 1990 - 2010
Pengalaman, Keberhasilan, Permasalahan dan Langkah Kedepan
(Bagian Kedua Dari Empat Tulisan)
Oleh :
Prof. Dr. Ir. H. Sahri Muhammad, MS
Prof. Dr. Ir. H. Sahri Muhammad, MS
Universitas Brawijaya
Disampaikan pada acara Pelatihan dan pembinaan Muzakki, 22-23 Mei 2008 pada Laboratorium Hukum Fakultas Syariah, Univ. Islam Negeri (UIN) Malang
1. Uji Coba Gelombang Kedua : LAGZIS Kota Malang Tahun 1995 – 2005
Berdasarkan pengalaman tersebut , mulai tahun 1995 muncul ide pengembangan ZIS pada skala yang lebih luas dengan membentuk LAGZIS Kota Malang. Pengembangan managemen amanah berbasis pada pengertian bahwa “pengumpulan ZIS” pada dasarnya merupakan “program pelayanan” yang dapat didekati dengan pendekatan “marketing”.
1.1 Pendekatan Marketing-Mix : 4 P
Secara sederhana pembangunan ekonomi masyarakat, termasuk penguatan keimanan dapat didekati dengan dua cara, yaitu :
(a) Regulasi yang diatur oleh pemerintah.
(b) Mekanisme pasar
(c) Kombinasi antara mekanisme regulasi dan mekanisme pasar.
Dalam mekanisme pasar efisiensi kerja LAZIS menjadi strategi dasar untuk memperkuat pelayanan pengumpulan dan penyaluran ZIS. Persaingan di pasar akan dimenangkan oleh lembaga yang mampu mengkombinasikan empat kekuatan penentu daya saing, yaitu :
a. Produk (Product)
b. Harga (Price)
c. Tempat (Place)
d. Promosi (Promotion) : Publikasi
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka agar lembaga ZIS unggul perlu menetapkan produk, pelayanan (harga), cara pengumpulan dan promosi yang efisien. Pada saat ini produk yang dapat dipilih misalnya program biasiswa, santunan sosial anak yatim / miskin, program dakwah, perluasan lapangan kerja Mustahik dan banyak lagi yang dapat dipilih.
Setelah pilihan program produk LAZIS oleh masing-masing LAGZIS telah diketemukan, kemudian kita pasarkan dengan “harga/ pelayanan efisien” untuk melayani misalnya : nilai SPP kelompok sasaran. Angka harga program per satuan kemudian dipasarkan dan ditawarkan kepada para Muzakki dalam bentuk :
(a) Penawaran door to door, dari rumah ke rumah.
(b) Penawaran melalui kelompok pada suatu instansi tertentu, pemerintah dan swasta yang dilakukan dengan berbagai cara seperti brosur, presentasi dan bentuk lain.
Kesediaan secara sukarela dari para Muzakki untuk ikut serta dalam invest akhirat tersebut menjadi sasaran sosialisasi kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terjadual. Para Muzakki yang secara sukarela telah menyediakan diri untuk berpartisipasi dilanjutkan dengan langkah penguatan komunikasi / silaturahmi antara Lembaga ZIS dan Muzakki melalui berbagai bentuk pelayanan berbasis pencerahan sejalan dengan “kebutuhan Muzakki”.
Misalnya, jika Muzakki memerlukan pendalaman agama untuk keluaraganya, maka LAZIS perlu meningkatkan pelayanannya pembelajaran agama untuk para Muzakki tersebut. LAZIS harus berusaha melakukan banyak hal agar Muzakki puas dan ridla untuk berpartisipasi berupa dukungan dana ZIS untuk penguatan kegiatan LAZIS agar semakin luas. Kita ciptakan agar Muzakki berperan sebagai “jaringan” LAZIS. LAZIS tidak hanya berkeperluan untuk dukungan ZIS dari para Muzakki, tapi LAZIS harus juga mencari cara untuk meningkatkan berbagai bentuk pelayanan memenuhi “kebutuhan agama” bagi Muzakki. Begitu seterusnya, yang pada intinya Muzakki didorong tidak saja aktif bersedia mendukung dana ZIS sebagai kewajiban ibadah, tapi juga memperoleh pelayanan dari LAZIS sesuai kebutuhan MUZAKKI. Ada hubungan timbal-balik antara LAZIS dan Muzakki sehingga berkembangan semangat “saling membutuhkan”.
. Dengan semakin bervariasi peran LAZIS, tidak hanya mengumpulkan dana ZIS tapi sekaligus meningkatkan pengetahuan agama para Muzakki, maka para Amil pasti bekerja penuh. Dan oleh karenanya adalah wajar jika memperoleh insentif yang pantas dan layak.
Disamping produk, nilai produk dan pelayanan Muzakki, tidak kalah pentingnya agar LAZIS menerbitkan “leaflet” yang diterbitkan bulanan berisi berita tentang hasil pengumpulan dan penyaluran tiap bulan/ triwulan. Sejalan dengan semakin membesarnya skala pelayanan LAZIS, maka LAZIS bisa menerbitkan buletin bulanan/ triwulan secara reguler sebagai sarana promosi/ dakwah bagi Muzakki/ Mustahik/ Publik, atau promosi bentuk lainnya.
1.2 Insentif dan Memacu Semangat Kerja Amil Zakat
Pemberian insentif bagai Amil merupakanan konsekuensi tugas amil yang telah bekerja keras untuk kemaslahatan umat. Yang menjadi persoalan berapa besarnya insentif tersebut. Ketika kita dihadapkan dengan persoalan insentif ini, tidak beda persoalannya ketika kita menanyakan mana yang lebih dahulu “ telor atau ayam”. Artinya, mana yang kita tetapkan lebih dahulu antara : “ insentif bagi Amil atau pengelolaan ZIS yang professional”.
Dalam praktek di lapangan, kita harus memutuskan :
(a) Tetapkan insentif bagi Amil yang telah memilih bekerja di LAZIS.
(b) Kemudian tetapkan target hasil pengumpulan dan penyaluran dana ZIS.
Penetapan target dan pemberian insentif tertentu bagi Amil akan menentukan apakah seorang Amil itu professional atau tidak. Pada tingkat awal, ada baiknya jika penetapan insentif dan pencapaian target pengumpulan ZIS dilakukan evaluasi tiap bulan. Dari hasil evaluasi bulanan kita akan memperoleh masukan dan pilihan langkah selanjutnya. Jangan ragu, misalnya pada tingkat awal tetapkan insentif bagi Manager LAZIS misalnya Rp. 500.000,- per bulan. Minimal setingkat UMR (Upah Minimum Regional). Selanjutnya Manager ini ditugasi untuk menyususn Rencana Anggaran dan Hasil Pengumpulan ZIS per tahun.
Pada tingkat awal yang menjadi pertanyaan adalah prosentase yang harus disediakan bagi Amil/ Pekerja LAZIS tersebut. Berdasarkan pengalaman yang ada porsi Amil (karyawan) untuk sumberdana Infak/ Shadaqah berkisar abtara 25% - 30% dari total penerimaan. Dalam praktek bisa terjadi defisit atau surplus atas hak Amil. Ini tidak soal. Dengan dana infak yang pengelolaannya bersifat fleksibel, maka penyesuaian porsentase bagian Amil LAZIS yang digunakan untuk insentif bulanan dapat dikelola secatra fleksibel, direvisi, bisa naik, bisa turun. Yang pasti, para Tenaga Tetap harus diberi insentif tetap per bulan..
Setiap membuat rencana kerja tahunan harus dilengkapi jumlah penerimaan ZIS dan daftar Muzakki, nama dan alamatnya, termasuk biaya langsung dan tidak langsung. Biasakan bekerja dengan rencana kerja yang jelas. Program Kerja LAZIS Persiapan biasanya membutuhakan minimal pengalaman waktu tiga tahun. Setelah LAZIS bekerja selama tiga tahun, maka kita akan memperoleh gambaran yang riil tentang potensi Muzakki di lakasi kerja Amil LAZIS tersebut. Tiga tahun kedua LAZIS akan memasuki tahapan konsolidasi untuk bersiap memasuki tahap ekspansi pada tiga tahun ketiga. Begitu selanjutnya.
1.3 Penguatan Mutu SDM Amil Zakat
Sejalan dengan volume pekerjaan Amil, jangan lupa untuk tidak henti-hentinya adanya upaya peningkatan mutu SDM Amil LAZIS. Peningkatan mutu Amil dapat dilakukan dengan metode “kerja sambil belajar”, ikut serta dalam pelatihan ilmu pemasaran yang lazim, ikuti seminar, technical asisstance oleh para Ahli dan bentuk pembelajaran yang lain.
Untuk memperoleh perhatian serius oleh Pengurus, bahwa landasan penetapan personil harus mengacu pada “keahlian” sesuai hadist Nabi, jika :”suatu pekerjaan diserahkan pada bukan ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya”. Kita jangan mengambil resiko mencoba menetapkan personil Amil LAZIS tidak didasarkan pada keahlian.
Ada tiga keahlian pokok dalam mengelola LAZIS secara professional, yaitu :
(a) Bagian keuangan/ pembukuan : ahli akuntansi.
(b) Bagian pengumpulan ZIS : ahli pemasaran.
(c) Bagian pemberdayaan : ahli pengembangan masyarakat (comunity development)
Jika mungkin pemilihan ketiga personil ini dibuat transparan. Jangan sambil lalu, yang penting jalan. Jika sikap kita denmikian, bisa terjadi tidak jalan sama sekali.
1.4 Pencapaian Hasil Uji Coba
Sejalan dengan perkembangan dan kapsisitas organisasi , LAZIS Kota Malang setiap tahun melaporkan kinerjanya. Setelah berjalan selamam 10 tahun, pada akhir tahun 2006 diperoleh capaian sebagai berikut :
a. LAZIS dengan skala Lokal telah memasuki skala Antar Regional dan/ atau bahkan Nasional
b. Hasil Pengumpulan Dana melebihi Rp. 1,00 milyad\ per tahun.
c. Amil dan karyawan ZIS Sebagai Pilihan Pekerjaan, memperoleh insentif secara layak, karena mencurahkan waktunya untuk melayani Mustahik dan Muzaki.
d. Pengelolaan ZIS Sinergis mengandung implikasi : (a) LAGZIS disamping melayani kebutuhan Mustahik, juga melayani kebutuhan Muzaki; (b) Muzaki berperan sebagai komponen jaringan LAGZIS, (c) Pengembangan media dakwah untuk perluasan jaringan dan jangkauan pelayanan Mustahik- Muzaki ; (d) Perluasan jangkauan pelayanan dari skala Lokal menjadi Regional; dan (e) Memperkuat ethos professionalisme Amil/ Karyawan.
Pada tahap ini LAZIS telah memasuki tingkat operasional pengelolaan ZIS dimana para karyawan LAZIS telah memilih bekerja di LAZIS sebagai profesi mereka. Pencapaian demikian perlu dilipatgandakan, sehingga menjadi Amil LAZIS bukan lagi pekerjaan sukarela tapi telah menjadi profesi yang akan memberikan dukungan perluasan lapangan kerja bagi masyarakat luas
2. Permasalahan Untuk Penguatan ZIS Professional Selanjutnya
Organisasi LAZIS yang eksis disamping dibangun berdasarkan teori ilmu organisasi yang lazim, tapi juga mengacu pada pengalaman praktis di lapang. Ada permasalahan pokok yang sering menjadi bahan diskusi bersifat konsep maupun praktis dalam penguatan LAZIS rofessional, yaitu antara laian :
(a) Hak Masing-Masing Asnaf : Berapa Persen ?
Banyak pendapat Ulama berkenaan dengan pertanyaan tersebut. Dalam praktek ternyata ada bagian/ asnaf yang substansinya tidak ada, misalnya “budak”. Dapatkah dana “budak” digunakan untuk penguatan dakwah. Dan banyak lagi yang lain. Atau menjadikan delapan asnaf sebagai kelompok sasaran yang lebih difokuskan pada bidang-bidang program mendesak misalnya :
(1) Program comunity development untuk pengentasan kemiskinan (fakir-miskin);
(2) Program penataan organisasi Amil ZIS dengan paradigma penguatan kesejahteraan Mustahik dan “human centered”;
(3) Program pembinaan Muallaf melalui pendekatan kelembagaan Pusat Penguatan Muallaf’ Al Qur’an.
(4) Program pengentasan perbudakan melalui penguatan usaha UKM/UMKM;
(5) Program penguatan goriem melalui kelembagaan Bank Zakat
(6) Program pembangunan fisabilillah melalui paradigma dakwah pembangunan berbasis “human centered development”.
(7) Program penguatan ekonomi dan kesejahteraan anak jalanan. (ANJAL).
(b) Prosedur Tetap (PROTAP) Antara Pengurus dan Pengelola/ Direktur
Semakin besar skala kegiatan LAZIS semakin memerlukan “pola pengelolaan LAZIS: yang semakin canggih. Ada perbedaan pokok antara fungsi Pengurus LAZIS yang bertugas normatif untuk menyusun kebijakan dan para Manager/ karyawan yang berfungsi di level operasional. Prosedur tetap karyawan, siapa melakukan apa perlu dibuat dan dievaluasi secara teratur dari waktu ke waktu secara dinamik. Jangan statis.
(c) LAZIS/ BAZ Berbasis Lokal Berwawasan Regional : Beroperasi di Setiap Kota/ Kabupaten
Makin hari, masyarakat semakin anthusias untuk membangun LAZIS yang semakin professional. Hal ini akan berdampak pada “persaingan” yang terkadang perlu ditata agar semakin produktif dan efektif.
Mungkin ada baiknya, jika DEPAG membuat klasifikasi standard mutu LAZIS, misalnya terdaftar, diakui dan terakriditasi. Ini perlu dipersiapkan, sehingga semangat masyarakat untuk membangun LAZIS yang semakin professional menjadi semakin terarah dalam peningkatan pelayanannya terhadap masyarakat.
Dalam kerangka otonnomi daerah, dimana peran LAZIS akan semakin penting dalam ikut serta memberikan sumbangsnnya bagi pembangunan masyarakat miskin, maka ada baiknya jika DEPAG tiap Kabupaten/ Kota mengantisipasi semangat tersebut untuk diarahkan lebih lanjut sejalan dengan arahan UU Zakat yang telah disepakati oleh Wakil Rakyat.
(d) Sinergi Kegiatan Antar LAZ/ BAZ dan Program Pembangunan Regional/ Nasional
Semakin hari telah semakin terasa perlunya sinergi antara BAZ/ LAZ untuk semakin berorientasi pada tujuan dan penyelesaian permasalahan ekonomi umat. Akumulasi hasil pengumpulan dana ZIS makin hari akan semakin meningkat, juga persaingan antara LAZ dan BAZ. Oleh karena itu forum-forum sinergi harus dipersiapkan dan dilakukan sebagai strategi peranserta LAZIS unutk melaksanakan tugas menanggulangi kemiskinan..
3. Penutup
Kata Amil yang tertera secara eksplisit dalam Al Qur’an, At Taubah 60 mengisyaratkan dan harus dipahami bahwa pengelola ZIS harus professional, artinya bukan pekerjaan sambil lalu Dari hasil coba ini dapat diidentifikasi persyaratan Amil Professional adalah ia harus bekerja penuh waktu (nongkrongi) untuk LAGZIS dalam mengurus delapan asnaf. Kemiskinan secara bertahap akan dapat diatasi, jika didampingi dalam penuh waktu (professional)
Untuk meraih tataran kerja tersebut, bahwa Amil sebagai karyawan tentu memerlukan persaratan yang lazim, diantaranya :
(1) Amil dan karyawan ZIS sebagai pilihan pekerjaan, memperoleh insentif secara layak, karena mencurahkan waktunya untuk melayani Mustahik dan Muzaki.
(2) Pengelolaan ZIS Sinergis mengandung implikasi :
(a) LAGZIS disamping melayani kebutuhan Mustahik, juga melayani kebutuhan Muzaki;
(b) Muzaki berperan sebagai komponen jaringan LAGZIS,
(c) Pengembangan media dakwah untuk perluasan jaringan dan jangkauan pelayanan Mustahik- Muzaki ;
(d) Perluasan jangkauan pelayanan dari skala Lokal menjadi Regional; dan
(e) Memperkuat ethos professionalisme Amil/ Karyawan tanpa henti.
(3) Skala kegiatan layak usaha.