Selasa, 17 April 2012

MASUKAN UNTUK PERUMUSAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PELAKSANAAN UU PENGELOLAAN ZAKAT 2011

MASUKAN UNTUK PERUMUSAN
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN MENTERI AGAMA

TENTANG
PELAKSANAAN UU PENGELOLAAN ZAKAT 2011

OLEH :
TIM LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ)
BAITUL UMMAH
MALANG


I. MASUKAN UNTUK
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN
UU ZAKAT

1. Prinsip Operasional : ZIS  Adalah Hak MUSTAHIK
            Masukan ini mengacu pada prinsip operasional syari’at, bahwa  pengelolaan ZIS adalah merupakan  kewajiban Amil dalam mengelola “HAK MUSTAHIK” mengacu Al Qur’an , At Taubah 60, yang meliputi delapan asnaf, yang selanjutnya kita rumuskan sebagai Delapan Misi BAZNAS/LAZ, yaitu :
(1)  Penguatan organisasi BAZNAS/LAZ (Amil).
(2)  Pemenuhan kebutuhan pokok Mustahik Fakir (Fakir).
(3)  Pemberdayaan ekonomi produktif Mustahik Miskin (Miskin).
(4)  Penguatan iman Qur’ani Muallaf (Muallaf).
(5)  Pemberdayaan  Mustahik tereksploitasi (Budak).
(6)  Penguatan ekonomi-bisnis  Mustahik Failit (Dililit Hutang)
(7)  Penguatan Ilmu Agama  Mustahik (Fiesabilillah), dan
(8)  Pemberdayaan Sosial-Budaya Anak Jalanan (Ibnussabil).
Dengan demikian,  implimentasi pengelolaan zakat mengacu UU Zakat 2011, pasal 3, makna dari ayat (b), yaitu
(1)  Prinsip Pertama : “Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pennggulangan kemiskinan” secara lebih rinci adalah mencakup “kesejahteraan delapan asnaf Mustahik” tersebut.
(2)  Prinsip Kedua : Hak Mustahik secara umum mengandung makna “Hak Publik” dan “Tujuan Kesejahteraan” mengandung makna komplementer terhadap “fungsi pajak” sebagai “Hak Negara”.
Kedua prinsip operasional tersebut membawa konsekuensi pengelolaan ZIS mengandung kekhususan, yaitu kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Inilah makna pengorganisasian  Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), pasal  5-14, khususnya Pasal 8 ayat (2) yang menegaskan : “Keanggotaan BAZNAS terdiri dari 8 orang unsur masyarakat dan 3 orang unsure pemerintah”.
            Dengan pendekatan “Model Kolaborasi Antara Masyarakat dan pemerintah tersebut” yang patut kita cermati adalah “Pengaturan Wewenang” antara BAZNAS dan Pemerintah. Pada UU Pasal 6 dan Pasal 7, secara jelas menegaskan wewenang BAZNAS, YAITU :
(1)  Melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. (Pasal 6)
(2)  Menyelenggarakan fungsi pengelolaan (a –d) (Pasal 7, ayat 1).

2.  Posisi BAZNAS Dalam Sistem Politik Nasional
            UU Pengelolaan Zakat 2011 telah menempatkan BAZNAS sebagai “Lembaga Pemerintah” dengan status (Pasal 5 ayat 3) :
(1)  Nonstruktural.
(2)  Bersifat mandiri.
(3)  Bertanggungjawab kepada Presaiden melalui Menteri.
Selanjutnya pada Pasal 7 ayat (2) dan (3) mencirikan  tanggungawab BAZNAS sangat unik mengingat ketentuan :
(4)  Dapat bekerjasanma dengan pihak terkait.
(5)  Melaporkan pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui menterti dan kepada DPR-RI.
Status dan posisi BAZNAS tersebut perlu diaprisiasi oleh semua pihak seluruh masyarakat, termasuk Bapak Menteri dan Bapak-Bapak Anggota DPR-RI, bahwa :
(1)  Posisi BAZNAS sangat unik, memiliki dua sandaran, yaitu Keputusan Presidsen dan Pertimbangan DPR.
(2)  Mandiri.
Dalam system politik nasional, jelas kekhususan status tersebut perlu diapresiasi oleh semua pihak kelembagaan Negara. Yang jelas, posisi BAZNAS dapat dimaknai sebagai berikut :
(1)  Memiliki kekuatan politik khusus.
(2)  Posisi tidak lebih rendah dari Menteri.
Apresiasi terhadap posisi BAZNAS menjadi sangat penting, terkait dengan perumusan Peraturan Pemerintah  untuk melaksanakan Pasal 14, yang berbunyi :
(1)  Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dfibantu oleh Sekretariat.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3. Posisi Sekretriat BAZNAS
Selanjutany mari kita simak draft PP berkenaan dengan Sekretariat BAZNAS, yang berbunyi sebagai berikut (ikuti draft PP BAB III : ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BAZNAS. Bagian Kesatu : Organisasi Sekreatariat BAZNAS, Pasal 8) :
(1)  BAZNAS dibantu Sekretariat dalam melaksanakan tugasnya.
(2)  Sekretariat BAZNAS adalah unsure pendukung pelaksanaan tugas BAZNAS yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama melalui Sekretaris Jenderal.
(3)  Ayat 3 dan selanjutnya konsekuensi ayat 2.

3.1 Dasar Pertimbangan
(1) Status BAZNAS yang bersifat khusus, memiliki sandaraan keputusan Presiden dan Pertimbangan DPR (UU, Pasal 10, ayat 2).
(2) Ketentuan Anggaran BAZNAS, pada BAB IV, tentang PEMBIAYAAN, Pasal 30 ditentukan : “BAZNAS dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja Negara dan Hak Amil”.
(3) Ketentuan  pembiayaan BAZNAS perlu didalami berdasarkan data lapang agar bekerja efisien, yaitu :.
(a) Pengalaman LAZ, anggaran operasional LAZ dibatasi maksimum 30% dari hasil pengumpulan ZIS, dengan batasan : (i) Sumber Zakat 12,5%; (ii) Sumber infak dan shadakah sejumlah kekurangan sumber biaya dari zakat yang dihitung secara layak. (iii) dalam ketentuan UU disepakati sumber biaya dari APBN. (iv) Jika kita mengikuti prinsip efisiensi kerja BAZNAS, maka sumber biaya dari Negara, ada baiknya jika dibatasi sebesar  30% - 12,5% atau sekitar  17,5 % dari jumlah peneriman ZIS oleh BAZNAS.
(b) Artinya, struktur pembiayaan dari APBN dibandingkan dengan  jumlah penerimaan ZIS dari masyarakat secara angka bisa diperkirakan  sebesar : 17,5 % dari sumber APBN disbanding (100% - 12,5% =  87,5%) dari sumber masyarakat sebagai Hak MUSTAHIK.
© Angka perbandinmgan tersebut member indikasi  bahwa  hubungan kolaborasi antara pemerintah dan BAZNAS digolongkan  sebagai : “Kolaborasi Advokatif” dimana kemandirian BAZNAS menjadi kata kunci. Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Agama seyogianya menempatkan diri secara legowo, berperan sebagai fasilitator.

3.2 Masukan
            Dengan dasar pertimbangan tersebut, kami memberikan masukan sebagai berikut :
(1)  Seyogianya Sekretariat BAZNAS berada dibawah dan bertanggungjawab kepada BAZNAS.
(2)  Menteri Agama  seyogianya legowo berperan sebagai fasilitator operasional pengelolaan ZIS.
(3)  Seyogianya peran Kementrian Agama  adalah membawahi Badan Pengawas BAZNAS yang dapat dituangkan  dalam draft PP, masuk dalam BAB III, Bagian Ketiga dan Keempat yang berisi pasal-pasal dan ayat tentang :
(a)   Bagian Ketiga : Badan Pengawas BAZNAS.
(b)  Bagian Keempat : Tata Kerja Pengawas BAZNAS
(4)  Fungsi Pengawasan BAZNAS tersebut sangat teramat penting agar BAZNAS bekerja mengikuti alur syari’at. Ada tiga objek pengawasan, yaitu : (a) Aspek syari’at, (b) Aspek pelaksanaan UU-PP-PMA, dan (c) Aspek akuntabilitas  BAZNAS termasuk seluruh jaringan nasional  dari tingkat Pusat sampai ke Desa-Desa.
(5)  BAZNAS/ LAZ dan seluruh jaringannya harus dibimbing dan diperkuat tentang  administrasi professional mempersiapkan umat  menjadi sejahtera, professional dan maju dalam delapan asnaf, yaitu :  iman-takwa, ilmu agama, pengorganisasian Amil, ekonomi, social-budaya dan mandiri dalam segala bidang kehidupan modern.

4. Misi BAZNAS/LAZ Untuk  Memakmurkan Masjid
            Sejak zaman penjajahan sampai saat ini, peranan Masjid dalam pengumpulan dan penyaluran zakat (ZIS) telah mendarah daging dilaksanakan oleh Para Kiyai. Sungguh sangat urgen, bahwa  pelaksanaan UU Zakat melalui Masjid merupakan kearifan  yang telah  membuadaya.

4.1 Dasar Pertimbangan
Hasil penelitian  menunjukkan beberapa catatan penting peran Masjid dalam pengelolaan zakat sebagai berikut :
(1)  Kita tentu pernah membaca referernsi, bahwa riwayat perjalanan Bank Rakyat Indonesia memiliki keterkaitan  yang sangat historis, bahwa “modal awal” Bank Rakyat Indonesia adalah dari dana ZIS. Informasi ini patut kita bersyukur, karena Bank Rakyat Indonesia telah berbuat sangat banyak untuk kesejahteraan rakyat kita. Ini merupakan bentuk amal shaleh yang nyata  dari seorang Residen di Jawa Barat yang telah menginovasai  fungsi ZIS sebagai Bank Masyarakat Miskin.
(2)  Dengan  disyahkannya UU Zakat 2011 tentu kita berharap agar  riwayat tersebut dapat kita ulangi lagi dengan berbagai bentuk inovasi pengelolaan ZIS mengacu kehidupan modern, sebagai Lembaga Keuangan Non-Bank untuk Masyarakat Miskin. Jelas ini membutuhkan langkah professional.
(3)  Kita tentu sama memahami, betapa seyogianya peran Masjid abad modern ini, khususunya dalam  derap langkah pengumpulan dan penyaluran ZIS yang telah memiliki akar budaya yang kuat. Kita pun sama memahami, bahwa masih banyak kelemahan yang dihadapi oleh dan dalam pengelolaan Masajid. Untuk menata secara bertahap, tentu dapat dilakukan standardisasi kapasitas pengelolaan Masjid nasional yang jumlahnya mungkin mencapai satu juta Masjid. Jumlah jangan dijadikan halangan untuk memajukan umat, mengingat Masjid harus kita akui adalah bentuk “kelembagaan social keagamaan” yang paling dekat dengan MUSTAHIK maupun MUZAKI.
(4)  Selanjutnya, marilah sama-sama mengacu pada petunjuk Al Qur’an, pada At Taubah 18 berikut :
18. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjidAllah ialah :
(a) Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,
(b) serta tetap mendirikan zakat,
© menunaikan zakat, dan
(c)   Tidak takut selain kepada Allah.
(d)  Maka merekalah orang-orang yang termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk
(5)  Dengan dasar pertimbangan tersebut, tentu kita memiliki pandangan yang sama, betapa urgennya menetapkan Misi BAZNAS/LAZ  melakukan upaya bersama tentang :”Memakmurkan Masjid”. Misi ini sangat jelas.

4.2 Masukan
Dengan demikian, kami memberikan masukan pada Rancangan PP sebagai berikut :
(1)  Pada BAB I, KETENTUAN UMUM, Pasal (1), ayat 3,  seyogianya setelah  kata “BAZNAS Kabupaten /Kota” diselipkan kata di Masjid, instansi pemerintah dan selanjutnya. …………………
(2)  Pada BAB VI, LINGKUP KEWENAGNAN PENGUMPUL ZAKAT (UPZ), Pasal 37, ayat (2) ada masukan, setelah kata “dapat membentuk UPZ pada”  Masjid-Masjid, instansi pemerintah dsl ………………….
(3)  Seyogianya ada pasal khusus tentang “Memakmurkan Masjid”  yang isinya  mengnadung pasal-pasal  dan ayat tentang  :”Masjid-Masjid yang memenuhi syarat  ditetapkan sebagai Unit Pengumpul dan Penyalur ZIS dari MUZAKI untuk MUSTAHIK dilingkungannya masing-masing”.


II. MASUKAN UNTUK
PERATURAN MENTERI AGAMA
PELAKSANAAN UU ZAKAT

1.Beberapa Pengertian Penting
            Dalam hal pengumpulan dan penyaluran ZIS cukup banyak konsep penting  yang memerlukan pengertian yang sama untuk kita bersama, seperti pengertian tentang : 
(a)   Zakat, infak dan shadaqah.
(b)  Delapan asnaf.
(c)   Pengelompokan zakat dan pengertian tentang : (i) Pemilikan harta,, (ii) Perusahaan dan (iii) Penghasilan. Perlu batasan tentang milik pribadi dan milik perusahaan.
(d)  Cara  penghitungan Zakat Pemilikan Harta, Perusahaan  dan Penghasilan.
(e)   Mungkin ada lagi konsep penting, seperti kebutuhan pokok itu apa ?, usaha  produktif  itu apa dan lainnya ?.

Masukan kami : sebelum menguraikan tentang Bagian Kesatu : Syarat Zakat Mal dan Zakat Fitrah, seyogianya dibuka dengan Bagian Kesatu : Beberapa Pengertian  Tentang ZIS.

2.Tentang Tata Cara Penghitungan
            Komoditi objek zakat memerlukan petunjuk yang jelas tentang :
(a)   Penghitungan kena zakat untuk  harta milik individu/rumahtangga (Maal dan Fitrah).
(b)  Penghitungan kena zakat untuk harta milik perusahaan.
(c)   Penghitungan zakat penghasilan.

3. Definisi Perusahaan dan Lainnya
(a) Seyogianya Tim Penyusun PMA  mengundang ahli ekonomi dan bisnis, disamping Ahli Fikih Zakat.
(b) Definisi Perusahaan pada Pasal 3 sedikit menggangu, yaitu  kata :”dengan transaksi  dua orang pemilik modal”. Kenapa harus dua orang, sementara pemilikan “perusahaan” bisa dimiliki oleh “satu orang”. Masukan, kata “dua” diganti kata “satu”.
© Pembahasam bisa berkembang, bagaimana jika pertanian, perkebunan ataupun  objek lainnya merupakan “perusahaan”. Tim Penyusun tentu harus lebih cermat, jangan sampai salah tafsir di tingkat operasional lapang.
(d) Masukan, apa tidak seyogianya  dibuka pasal pentingnya : (a) Pendidikan Keahlian Pengelola ZIS dan  (b) Standarisasi Pengelola ZIS
(d). Masukan kami lainnya, jika kesulitan  untuk menemukan rumusan yang bisa disepakati, ada baiknya tersedia klosul ayat tentang “Keputusan Menteri” atau “Peraturan Daerah (PERDA)”, termasuk Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,  sebelum Pasal ditutup.

Terima kasih. Lebih kurangnya mohon maaf.
Wabillahittaufiq wal hidayah. Amien 3 x.