MEMBANGUN EKONOMI UMAT MELALUI DANA ZIS : MODEL MANAGEMEN AMANAH
Hasil Uji Coba 1990-2010
Pengalaman, Keberhasilan, Permasalahan dan Langkah Kedepan
Pengalaman, Keberhasilan, Permasalahan dan Langkah Kedepan
(Bagian Pertama dari Empat Tulisan Hasil Uji Coba)
Oleh :
Prof. Dr. Ir. H. Sahri Muhammad, MS
Prof. Dr. Ir. H. Sahri Muhammad, MS
Universitas Brawijaya
Disampaikan pada acara Pelatihan dan pembinaan Muzakki, 22-23 Mei 2008 pada Laboratorium Hukum Fakultas Syariah, Univ. Islam Negeri (UIN) Malang
Sepuluh tahun sebelum UU Zakat disyahkan, pada tahun 1989 beberapa sejawat di Universitas Brawijaya, peminat studi Islam dalam disiplin ilmu berkeinginan mempraktekkan pengelolaan ZIS (Zakat, Infak dan Shadaqah) secara professional. Pendekatan professional menjadi kata kunci, karena pertimbangan yang ada di lapang, yaitu tingkat kesadaran umat dalam menunaikan zakat masih dalam pertanyaan, sementara pemerintah dalam upaya memfasilitasi pengelolaan BAZ, kecuali di DKI, praktis tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Kesadaran adanya ketentuan fikih “Wajib Zakat” masih berada pada tataran “learning by doing”.
Untuk menjadikan dana ZIS sebagai upaya untuk membangun ekonomi umat masih memerlukan serangkaian penyadaran dan tindakan nyata di lapang.
1. Amil ZIS Harus Professional
Saudaraku, setiap kita mendengar pengelolaan zakat, selalu saja terdengar, sekurang-kurangnya tergambar dalam benak kita bentuk pengelolaan zakat yang tradisional, dikerjakan pada sisa waktu. SDM dengan paruh waktu, pengelolanya tidak boleh digaji. Terbayang sebuah organiasi amil yang lusuh, seenaknya, dan nyaris tanpa ada rencana kerja. Sementara kita baca dalam Al Qur’an, secara khusus Allah menetapkan hak amil sesudah fakir miskin. Untuk mengelola LAZIS secara professional tentu memerlukan penataan organisasi yang professional.
Saudaraku, sudah saatnya kita harus merubah paradigma dan cara berfikir tradisional tersebut. Kita bisa bayangkan Amil Zakat harus mengurusi :
(1) Yang fakir dan miskin menjadi kaya dan taqwa.
(2) Yang muallaf, iman dan takwanya semakin kuat.
(3) Yang budak menjadi merdeka.
(4) Yang berhutang lunas hutangnya
(5) Jalan Allah (fisabilillah) berupa pembangunan masyarakat tumbuh berkembang adil dan makmur.
(6) Ibnussabil, penuntut ilmu dan anak jalanan tidak kesulitan dana dan memasuki kehidupan berperadaban..
1.1. Persyaratan SDM Amil Professional
Saudaraku, untuk menyelesaikan enam soal ini, pasti bukan pekerjaan ringan. Adalah pastas, jika Amil memperoleh gaji yang layak, agar ia tekun bekerja untuk mencapi tujuan pengelolaan zakat dan infak. Kita harus memastikan pandangan kita, bahwa Amil Zakat adalah sebuah profesi.
Saudaraku, Amil Zakat harus professional. Ini sebuah konsekuensi yang wajar dan otomatis. Untuk menjadi professional, Amil Zakat harus full-timer. Oleh karena itu, harus digaji secara layak, sehingga dia bisa mencurahkan segala potensinya untuk mengelola dana zakat dan infak secara baik. Jangan sampai para Amil Zakat masih harus mencari tambahan pendapatan yang akan berakibat akan menggangu pekerjaannya sebagai Amil Zakat.
Saudaraku, saya teringat pernyataan Moctar Riadi, ketika ditanya tentang keberhasilannya dalam mengelola Bank LIPPO. Ilmunya cukup mudah diingat, yaitu :
(1) Berbuat, malau sedikit. Artinya bukan wacana.
(2) Tongkrongi, artinya professional.
(3) Melakukan sesuatu yang belum dilakukan orang, artinya kreatif.
Saudaraku, Amil Zakat harus menempuh tiga jalan tersebut, yaitu tekun, istiqamah dan kreatif. Jika Amil Zakat harus demikian, maka yang pertama dan utama untuk mengelola Zakat dan Infak secara professional, pasti kita memerlukan syarat SDM yang berkualitas. Jiika kita menbaca penetapan SDM pada zaman NABI SAW.,, maka Amil Zakat adalah manusia pilihan. Secara umum kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Amil Zakat adalah : muslim, jujur (sidik), amanah, tablig (menjadi contoh) dan fathonah (cerdas, paham fikih zakat), .
Saudaraku, dengan kriteria umum tersebut, sesuai dengan hasil uji coba LAGZIS Raden Patah , persyaratan yang perlu untuk Pengelola Amil Zakat adalah :
(1). Direktur/ Pimpinan Amil Zakat
a. Amanah.
b. Jujur dan memiliki motivasi kejujuran
c. Kepemimpinan (leadership)
d. Kemampuan mangerial
e. Cerdas/ paham fikih zakat dan infak
f. Memiliki komitmen dengan pemberdayaan Mustahik
g. Kreatif dan inovatif
h. Mampu menjalin hubungan dengan pihak intansi ekternal.
i. Mampu bekerjasama dalam Tim Kerja..
(2). Kepala Bagian Pengumpulan Zakat : Ia adalah selevel dengan Bagian Pemasaran Bisnis Professional
a. Amanah
b. Jujur
c. Memiliki kemampuan / pengalaman di bidang pemasaran
d. Memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dengan pihak ekternal
e. Mampu bekerjasama dalam Tim Kerja.
(3). Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi
a. Amanah
b. Jujur
c. Memiliki kemampuan. Pengalaman di bidang akuntansi
d. Cermat dan teliti
e. mampu bekerjasama dalam Tim Kerja.
(4). Kepala Bagian Pendayagunaan : Ia selevel dengan Bagian Pemberdayaan Masyarakat (Community Development)
a. Amanah
b, Jujur
s. Memiliki keterampilan dalam bidan comunity development
d. Mampu bekerjasama dalam Tim Kerja.
Terlebih lagi jika kita mencoba memperhatikan berbagai jenis zakat yang yang dapat terkumpul.
1.2 Strategi Operasional
Selanjutnya, pertanyaan pertama yang sering muncul, ketika kita akan memulai pekerjaan Amil adalah menetapkan apa saja yang perlu dipersiapakan. Ada tiga hal, yaitu menetapkan :
a. Manager / Direktur yang nongkrongi.
b. Ruang kerja/ Kantor, dan
c. Pengamanan keuangan dengan membuka rekening bank.
Klasifikasi tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga lapisan, yaitu :
a. Tenaga tetap : Manager/ Direktur
b. Tenaga Tidak Tetap digajih berdasarkan prestasi.
c. Tenaga sukarela yang bekerja secara voluntir.
Seteleh segala persiapan telah disusun, maka kita harus memulai pekerjaan pengeumpulan dana ZIS. Dana ZIS secara managemen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Dana Zakat, dimana jenis, jumlah dan cara penyalurannnya telah ditentukan oleh syariah.
b. Dana infak dan shadaqah, dimana jumlah, jenis dan cara penyalurannya bersifat fleksibel.
c.Para Kiyai dan Ulama cenderung menyarankan untuk mengelola ZIS secara professuonal dimulai saja dengan kegiatan pengumpulan dan penyaluran infak dan shadaqah. Setelah kegiatan pengumpulan infak dan shadaqah telah berkembang, maka selanjutnya kegiatan pengumpulan dan penyaluran zakat digerakkan. Ini sejalan dengan hasil kajian LAGZIS Raden Patah selama lima tahun 1990 – 1995 menunjukkan pergeseran respon masyarakat (Muzakki) sebagai berikut :
- Tahun pertama : perbadingan dana terkumpul zakat sebanyak 10%, infak 90%.
- Tahun Kedua : terjadi pergeseran perbandingan zakat naik 20 – 30%, sedangfkan porse infak 70 – 80%.
- Pada tahun ketiga, dana zakat terkumpul sebanyak 30-40%, sedangkan infak dan shadaqah 60-70%.
- Pada tahun keempat , dana zakat terkumpul 40- 50%.
- Pada tahun kelima, keadaan mulai berbalik, yaitu porsi zakat yangt terkumpul lebih besar dari porsi infak dan shadaqah, sekitar 60 % dibading 40%.
Dari hasil kajian tersebut dapat disimpulkan bebarapa hal sebagai berikut :
- Pada dasarnya masyarakat luas berhasrat untuk menunaikan zakat, sepanjang ada LAZ yang dipercaya.
- Masyarakat melihat contoh yang dibuktikan oleh LAZ.
- Jika kondisi perimbangan jumlah zakat dan Infak ini telah dicapai, maka ekspansi managemen Amil Zakat yang professional akan menjadi lebih dimungkinkan untuk tumbuh dan berkembang.
Pada tahap awal uji coba LAGZIS tahun 1990 -1995 jumlah dana ZIS terkumpul selama setahun berkisar antara 35 juta - 40 juta, atau sekitar 3 juta per bulan.
2. Pendekatan Pemberdayaan Mustahik
Pemberdayaan Mustahik merupakan sasaran utama pada saat uji coba LAGZIS professional dimulai. Mustahik yang berdaya dicirikan oleh :
(a) Sikap mandiri dan berserah diri hanya kepada Allah,
(b) Berpartisipasi ikut menunaikan infak dan shadaqah, dan
(c) Konsumsi sehari-hari didasarkan pada hasil kerjanya sendiri, bukan hasil kerja orang lain.. Untuk mencapai maksud tersebut kita bisa belajar dari cara kerja para “pemberi kredit informal”.
Kredit informal (Bank Titil) untuk usaha kecil biasanya dilakukan sebagai berikut :
a. Jumlah kredit cukup kecil, sesuai kebutuhan usaha dan kemampuan membayar Mustahik. Pada tahun 1990 berkisar atara Rp. 10.000,- - Rp. 20.000,- per orang.
b. Angsuran kredit tiap hari.
c. Pelunasan kredit 30 hari.
d. Sistem kredit informal dilaksanakan dengan cara, jika kredit Rp. 10.000,- maka angsuran per hari ditetapkan Rp. 400,- selama 30 hari, sehingga kewajiban peminjam harus membayar Rp. 12.000,- lunas. Dalam praktek, jika pinjam Rp. 10.000,-. Maka akan menerima Rp. 9.000,-. Dengan perhitungan sederhana buka pinjaman adalam Rp. 12.000,- - Rp. 9.000,- = Rp. 3.000,- per bulan atau sebesar 30% per bulan.
e. Para pengusa kecil menyisihkan angsuran tersebut dari hasil kerja harian mereka. Dari hasil kerja harian, mereka menyisihkan dana untuk : angsuran, bunga pinjaman dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Mengacu pada cara bekerja “pemberi kredit informal” maka “Pmberdayaan Mustahik “ dirancang dan uji coba dioperasikan dengan cara sebagai berikut :
a. Dibentuk Kelompok Mustahik beranggotakan 5 orang, agar saling mengenal.
b. Jika per Mustahik disiapkan dana amanah Rp. 250.000.-, (sebesar BLT, Bantuan Langsung Tunai) maka total dana per kelompok = Rp. 1.250.000,-
c. Setiap Musatahik memperolah “Dana Amanah” Rp. 250.000,- diterima penuh.
d. Setiap Mustahik wajib menyisihkan dana dari hasil usahanya Rp. 10.000,- per hari selama 25 - 30 hari/ bulan (penetapan penyisihan dana amanah oleh Mustahik disepakati atas dasar kemampuan usaha produktif Mustahik)
e. Pada hari ke 30 , maka Musatahik dicatat berprestasi. Selanjutnya prestasi Mustahik dicatat dan pernyataan LAZIS secara tertulis memiliki tabungan Rp,. 50.000,- per bulan. Lama penyisihan dana amanah juga didasarkan pada kemampuan produktif Mustahik.
f. Hasil pengumpulan dana amanah yang berhasil dikumpulkan kembali dari Anggota Kelompok Mustahik diamanahkan untuk Mustahik lain, yaitu Musatahik No. 6, 7 dan selanjutnya.
g. Atas prestasi Mustahik tersebut, disamping ada tabungan, Mustahik akan memperoleh amanah lebih besar, misalnya Rp. 500.000,-. Begitu selanjutnya sampai mencapai Rp. 1.000.000,- , (1 ekor kambing) per Mustahik.
h. Ketika besar amanah ZIS untuk Mustahik telah mencapai ukuran layak secara usaha, selanjutnya ditawarkan kepada Mustahik untuk berinfak.
i. Pada tingkat awal, infak didorong lewat kalengan, seperti pengumpulan amal jariah di masjid-masjid, namun pada tahap lanjut semua infak dibukukan untuk masing-masing Mustahik. Pengelolaan ZIS dengan model demikian selanjutnya disebut pengelolaan ZIS dengan “Model Managemen Amanah”.
j. Hasil pengumpulan infak dan shadaqah dari Mustahik tersebut dari hasil kajian LAGZIS tahun 2001 – 2005 diperoleh kesimpulan jumlah total infak terkumpul dari Mustahik mencapai 6% dari total dana ZIS yang disalurkan. Sampai disini “Model Managemen Amanah” LAGZIS Raden Patah telah selesai diuji dengan kesimpulan bahwa dalam kerangka penguatan dan pemberdayaan ekonomi Mustahik dapat dilakukan pengelolaan ZIS Professional dengan pendekatam “Managemen Amanah”.
k. Dengan dasar praktek uji coba tersebut diatas, pengertian Managemen Amanah adalah menerapkan beberapa prisip kerja operasional pengelolaan ZIS : (1) Dana ZIS adalah hak Mustahik; (2) LAGZIS hanya berkewajiban memperluas jangkauan pemanfaatan dana ZIS; (3) Dengan konsep Managemen Amanah, LAGZIS menganut prinsip “amanah” bukan prinsip “pinjaman qardul hasan” sebuah bentuk “peminjaman bebas bunga” yang berkonotasi meninggalkan prinsip “ZIS sebagai hak Mustahik”.; (4) Managemen Amanah merupakan pilihan managemen agar Mustahik berperilaku "Amanah" dan dicapai sasaran jumlah Mustahik yang memanfaatakan ZIS dalam jumlah yang lebih banyak; dan (5) Kata “Amanah” dimaksudkan untuk membangun cara pandang Mustahik, disamping ada hak, juga ada unsur kewajiban untuk merubah “tangan dibawah menjadi tangan diatas”, kerja keras, taqwa dan tekun beribadah, sesuai ajaran dan contoh Nabi SAW.